04 February 2011

Bosan

Hmm... Bosan, bete, suntuk, garing, mati gaya... Kok kesannya kata-kata itu sinonim ya? Padahal sama sekali berbeda. Banyak orang yang bilang "bosan". Alasannya macam-macam. Ada yang bosan karena rutinitas, ada yang bosan karena tidak ada perkembangan, ada yang bosan karena tidak pernah ada yang berbeda. Banyak sekali alasannya. Bosan dengan hidup gue, bosan dengan pekerjaan gue, bosan dengan teman-teman gue, bosan dengan pacar gue, bosan dengan situasi gue, atau bosan dengan pasangan hidup gue (ups, kalo yang ini bisa jadi bibit-bibit perselingkuhan nih). Kalau gue sih bukan orang yang mau susah. Kalo bosan sama pekerjaan ya resign, bosan dengan pacar ya putus, bosan dengan teman-teman ya jangan main lagi, bosan dengan situasi ya usaha ganti situasi, bosan dengan pasangan hidup ya ngga bisa diapa-apain, bosan dengan hidup ya (kasarnya) mati aja loe! Apa sih yang bikin orang bosan. Paling cuma satu yang paling jelas: tidak puas. Sudah kodratnya manusia itu makhluk yang tidak pernah puas. Sulit untuk membuat manusia puas sama hidupnya. Masalahnya, dewasa ini, kita memang diajarkan untuk tidak pernah puas. Kalau sudah SMA ya jangan puas, harus kuliah; kalau punya uang 100ribu jangan puas, harus punya sejuta; kalau punya pekerjaan jangan puas; harus bisa berkarya; kalau punya suami jangan puas, harus punya 2, eh salah, harus punya anak maksudnya. Ya sebenarnya memang manusia serba salah sih. Susah ya jadi manusia. Mau puas dibilang tidak punya kemauan untuk berkembang, tidak puas dibilang ambisius. Kalau gue sejak kecil diajarkan, jangan puas tapi harus bersyukur. Hmm... Boleh juga nih ajarannya enyak ame babe. Bersyukur adalah kata kuncinya. Gue juga orang yang mudah bosan dengan hidup gue. Tapi gue mensiasatinya dengan mengucap syukur. Segala situasi yang gue hadapi ada jalan untuk menjadi lebih baik, lebih berwarna, dan tidak membosankan. Lagipula gue punya untuk menghadapi kebosanan gue: nari, nyanyi, daaaaaaannn tidur!

Ribut

Ribut di depan rumah, berarti anak tetangga lagi main (biasanya sih, ditambah penyiksaan terhadap pager rumah gue). Ribut=Berisik. Suaranya kenceng banget terus ditambah dengan bahasa yang ngga layak diucapkan anak-anak. Tapi kadang-kadang lucu juga, misalnya waktu mereka main badminton tiba-tiba yang jadi wasit bilang "Dua Lapan - Empat". Hahaha... mana ada orang main badminton sampe 28 angkanya. Atau ada juga teriak-teriak pas main bola, "Woy pelanggaran tuh, kornel dong!!". Setelah gue pikirkan secara seksama, oooo maksudnya "corner kick". Hihihi... ada-ada aja tuh bocah...
Ribut antar sekolah, berarti ada pihak yang sekolahnya merasa dirugikan pihak sekolahnya (kadang melibatkan penggaris besi, batu, atau kadang golok dan parang). Ribut=Tawuran/Berantem. Selain suaranya kenceng juga mengganggu ketenteraman warga. Kadang ngga cuma antar sekolah sih, tapi juga antar warga, antar mendukung sepak bola, atau antar kampung (bahasa Islandianya "tarkam"). Ribut ini sih bener-bener bikin heboh, bisa juga bikin rugi, karena ada aja pihak-pihak yang terbawa emosi terus merusak yang bukan hak miliknya. Huh!
Ribut di suatu negara, adalah yang sekarang lagi rame (biasanya melibatkan masyarakat secara luas). Ribut=Rusuh. Nah ini dia yang paling ngga enak :( Apalagi kalo udah melibatkan penjarahan. Paling sebel adalah kalo ada pihak-pihak yang ngga menghargai pihak lainnya, ini yang bikin orang ngga tedeng aling-aling, bisa main pukul, lempar bom molotov, lempar batu, wah pokoknya sisi manusiawinya ilang aja. Sedih kadang liatnya.
Well, ribut dalam bentuk apapun sih sebenernya mengganggu kenyamanan orang lain. Tapi dunia tanpa keributan mungkin ngga akan jadi dunia kita yang sekarang ini. Plus, hidup gue tanpa bocah-bocah yang tiap sore bikin ribut mungkin akan jadi sepi ;P
Semoga saja orang semakin sadar akan hak orang lain. Dan daripada ribut-ribut, bukankah lebih baik kalo kita menghasilkan sesuatu yang akan kita wariskan ke generasi berikutnya?

02 February 2011

Something New

Suka banget baca tulisan orang di internet. Suka pengen banget bikin tulisan yang bikin orang seneng bacanya. Tapi kok setelah punya notes di Facebook, punya Blogspot yang terabaikan (baca: abandoned alias ditelantarkan...), punya tumblr, dan akhirnya baru sadar kalau bukan bakat menulis yang gue ngga punya, tapi kesetiaan dalam menulis.
Kalau baca tulisan orang di internet, sepertinya mereka ngga pernah kehabisan bahan untuk ditulis. Gue juga punya banyak bahan sih di otak, nulisnya males. Banyak yang pengen disampaikan tapi ngga tersampaikan juga. Dulu punya buku catatan kecil yang selalu dibawa untuk nulis ide, tapi kok sekarang ngga dapet lagi ya mood nya buat nulis?
Mungkin selain bakat yang dibutuhkan orang untuk jadi penulis bagus tetep aja kesetiaan untuk memegang alat tulis (buku, pensil, pulpen, komputer, notebook, whatever it is...) dan mulai.. yup, "ngga ada sesuatu yang akan selesai kalau ngga dimulai", itu kata kak Pricil (kakak di PO yang suportif banget sepanjang penulisan skripsi gue walaupun gue ke PO cuma pas semester 1 doang).
Oh well, sekarang kita coba... Yuk Pat, mulai menulis lagi dan kita liat sejauh mana imajinasi dan otak ubur-ubur ini akan membawa gue.
It's something new, a new beginning for me...
1, 2, 3... Let's go!!!