05 April 2016

Kelas Maret Dua Tahun!

Setelah sering ngobrol di group chat, sebut saja di kelompok ngobrol Garis, akhirnya BC Maret 2014 memutuskan untuk mengadakan acara ulang tahun bersama-sama. Sesuatu yang awalnya cuma tercetus dari obrolan ngalor-ngidul kami seperti biasa.
Setelah rapat di group chat selama berbulan-bulan (kira-kira 4-5bulan lah) akhirnya terlaksana juga "Birth Club March2014 2nd Birthday: March Babies is Turning Choo Choo".
Yang sama sekali ngga terduga, kami yang awalnya berniat patungan saja untuk memberikan keceriaan pada anak-anak kami, ternyata mendapat banyak sekali kemudahan sponsor. Apa aja sponsornya? Nanti gue posting kemudian ya...
Acara diadakan di Gedung Pusat Pertamina, Jakarta Pusat, yang dengan tangan terbuka menyambut kami. Bright Gas, salah satu produk unggulan mereka, bersedia menjadi sponsor utama kami. Sebelum acara mulai kami menyempatkan diri untuk foto-foto di photobooth sementara anak-anak juga senang sekali main di Play Area yang keduanya disediakan oleh Up And Up Project yang juga mendekorasi ruangan acara kami. Ada juga yang memilih untuk minta dibacakan buku sama mama-papanya di Reading Corner yang disediakan oleh Babyloania dan Pustakalana. Sementara itu beberapa anak mulai ngga sabar pengen colek-colek kue lucu dari MiniLoveBites dan The Urban Mama.
Acara di mulai dengan pembukaan oleh tante MC cantik, lalu doa bersama. Setelah itu kami potong kue, yang diwakili oleh kakak tertua, Aksara (27Feb), dan adik bungsu, Keana (27Mar). Selesai potong kue, kami mendapat kegiatan menempel dari "Pretty Party Pack"nya Gudily. Anak-anak senang senang sekali karena tapenya mudah di sobek dan warnanya lucu-lucu sekali. Selesai menempel tibalah saat yang ditunggu anak-anak, tukar kado. Anak-anak berebut untuk mengambil nomor kado mereka. Puas tukar kado, kami pun bersabar untuk mendapatkan goodie bag sambil difoto lagi. Wah ulang tahun yang luar biasa, kami membawa pulang 3 goodie bag sekaligus! Selain goodie bag yang kami persiapkan sendiri, ada pot luck dari mama Fitri, dan juga dari Pertamina Bright Gas. Dengan pembagian goodie bag, maka rangkaian acara pun selesai.
Selesai acara, kami ngga bisa langsung pulang. Kenapa? Masih banyak makanan menanti karena banyak mama yang dengan baik hati menyediakan potluck. Juga ada minuman segar dari TaeTea, Mbok Jamu, dan frozen yogurt dari YoWiz. Mama-mama duduk manis makan, anak-anak masih belum puas main. Mingle time! Ada mama-mama yang belum pernah ketemu sama sekali, tapi terasa seperti udah lama kenal. Bahkan beberapa menyediakan waktu untuk datang dari Jogja, Bandung, dan Balikpapan. Anak-anak pun berbaur dengan baik, juga dengan kakak-kakak yang ikut datang. Ada yang sama-sama baca buku (walaupun cuma liat gambar), ada yang udah tabrakan sampai benjol pun masih bisa main sama-sama. Hahaha...
Setelah kenyang makan kami saling berpamitan. Sedih rasanya harus berpisah. Maka kami berdoa semoga kami bisa cepat ketemu lagi, dan beberapa malah sudah mulai merencanakan untuk bikin next birthday. Terima kasih untuk semua pihak yang sudah membantu terselenggaranya acara ini, semoga Tuhan membalas segala kebaikan anda.

Happy Birthday March Babies, semoga kalian tumbuh jadi anak-anak membanggakan! See you all sooner that soon!

TUM Birth Club Maret 2014

Waktu punya anak pertama, gue terbilang masih hijau, labil, dan terlalu sibuk untuk gabung forum-forum emak-emak. Pas punya anak kedua, lalu buka-buka theurbanmama.com gue tertarik sama yang namanya Birth Club. Isinya ibu-ibu yang punya anak-anak yang lahir di bulan dan tahun yang sama. Maka dengan penuh tekad dan keberanian, gue mengambil resiko untuk minta gabung group chatnya Birth Club Maret 2014 (lebay). Eh ternyata oh ternyata sama sekali ngga kaku seperti yang gue bayangkan.
Buibu disini saling dukung, saling membantu, dan terbuka untuk masukan dalam membesarkan anak-anak. Bahkan akhirnya kita bener-bener jadi kayak sahabat yang udah lama sekali kenal, walaupun banyak yang belum pernah ketemu sama sekali.
Awalnya gue gabung untuk dapet teman senasib yang punya anak seumuran sama Lil R. Ternyata ngga cuma berbagi tips and trick parenting, kita jadi sering berbagi tips make up, info diskon, sampai ngobrol ngalor-ngidul ngga jelas tengah malam. Bener-bener jadi sahabat.
Kadang sahabat bisa kita temukan ditempat yang terduga. Ngga kalah sama cinta. Hihihi... Mudah-mudahan persahabatan yang terjalin bisa tetap erat sampai anak-anak besar nanti.

Kelas Maret: "We build sisterhood through motherhood"

02 April 2016

Duluuuu...

Dulu... duluuuu... banget. Ngga pake banget sih, dulu aja. Maksudnya lumayan lama dikit deh. Jadi dulu gue jatuh cinta. Jatuh cinta pada seorang pemuda dengan motor yang lakik banget, helm fullface yang digantung di tangan dengan jaket coklatnya. Sekarang tiap hari gue ketemu om-om bermotor bebek yang pake helm cetok. Ngga deng, helm setengah.

Dulu... duluuuu... banget. Ngga pake banget sih, dulu aja. Maksudnya lumayan lama dikit deh. Jadi dulu gue jatuh cinta. Jatuh cinta pada seorang mahasiswa yang ke kampus cuman bawa binder notes sama satu bolpen yang diselipin. Sekarang tiap hari gue ketemu bapak-bapak bawa tas gemblokan yang udah kayak kantong doraemon.

Dulu... duluuuu... banget. Ngga pake banget sih, dulu aja. Maksudnya lumayan lama dikit deh. Jadi dulu gue jatuh cinta. Jatuh cinta pada seorang anak muda yang punya mimpi yang setinggi langit dan cuek sama sekitarnya. Sekarang tiap hari gue ketemu bapak-bapak yang galak banget kalo anaknya kenapa-kenapa dan mau ngapain aja musti mikirin anak-istrinya dulu.

Dulu... duluuuu... banget. Udah ah.... panjang-panjangin aja. Gue lagi liat Mister Daddy main basket. Dan gue sadar bahwa itu orang yang sama. Pemuda yang membuat gue jatuh cinta, dan tetap jadi bapak-bapak yang bikin gue jatuh cinta. Kecintaannya terhadap basket tetap sama. Kecintaan yang membuat gue bertumbuh dalam cinta.

Dan setelah lebih dari sebelas tahun bersama ternyata cinta gue sama Mister Daddy itu bukannya "jatuh", tapi bertumbuh. Semakin besar dan semakin dewasa. Mungkin kami bukan pasangan yang terlihat mesra di media sosial, bukan pasangan yang hobi pakai baju couple, juga bukan pasangan yang romantis dalam menyatakan cinta. Tapi yang namanya cinta dalam rumah tangga itu tetap harus diperjuangkan hari demi hari. Demikian juga dengan kami, yang akan terus mempertahankan cinta ini sampai maut memisahkan.

Selamat hari ulang tahun (yang sudah lewat), Mister Daddy... You and I are enough to touch the sky...

13 February 2016

Karena Suap-suapan

Ahhh baru aja nonton video pernikahan seorang selebriti di youtube. Megah, ramai, cantik, penuh bunga-bunga, rame sama artis. Beberapa hari yang lalu juga sempat liat foto-foto nikahan gue. Ngga begitu megah, ngga begitu ramai, biasa aja, penuh makhluk kelaparan (isinya anak basket, sama anak dance yang doyan ngemil). Hahaha... tapi tetap indah.
Ada satu hal yang tiba-tiba menarik perhatian gue: acara suap-suapan. Jarang sekali pernikahan di Indonesia ini absen dari acara suap-suapan, baik pernikahan tradisional maupun pernikahan internasional (seperti gue). Kenapa menarik? Gue jadi ingat si MC yang gemulai itu berkata, "suapan ini menjadi tanda kasih dan saling melayani". I repeat, "TANDA KASIH dan SALING MELAYANI". Pertanyaannya, apakah dalam pernikahan ini kami sudah saling melayani?
Gue ngga akan masuk ke pembahasan relijius soal ini, tapi yang umum-umum aja. Selama ini kan yang sering terdengar itu "istri melayani suami", baik kebutuhan rohani, jasmani, maupun seksual. Bagaimana dengan suami? Menurut gue pelayanan suami kepada gue itu tokcer banget. Maksudnya begini, dia melayani gue secara finansial (alias menafkahi gue dan anak-anak), lalu secara jasmani juga dengan menyediakan tangan untuk membantu pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak-anak juga, lalu juga di tempat ti........... okeh yang itu ga perlu dibahas. Kesimpulannya, selain gue yang melayani suami (obviously) ternyata suami juga melayani gue. Berarti fix, suap-suapan gue menjadi simbol yang dari apa yang benar-benar kami lakukan dalam rumah tangga.
Bagaimana suapan lainnya? Yup, selain saling menyuapi, di resepsi pernikahan, kami juga menyuapi orang tua kami. Sama, simbol dari pelayanan. Lalu apa kami sudah melayani orang tua kami sebaik-baiknya? Sebenarnya tanpa perlu simbol apapun, melayani orang tua adalah kewajiban. Memang ngga ada orang tua yang sempurna, begitu juga dengan orang tua kita. Gue dan suami juga kadang suka bercanda tentang sikap dan sifat orang tua kami yang lucu karena sudah ngga sesuai jaman. Tapi apa yang telah beliau-beliau lakukan buat kami sungguh tidak ternilai. Walaupun terkadang ada hal-hal yang kurang berkenan di hati kami tentang orang tua kami alias ngga sreg, kami tetap berusaha melayani mereka sesuai kemampuan kami. Sekeras apapun kami berusaha tetap tidak akan bisa membalas apa yang telah mereka lakukan untuk kami, anak-anaknya.
Bukankah hidup dalam pernikahan itu memang kodratnya melayani? Setidaknya itu yang masih dipegang oleh masyarakat kita. Toh kalau kita saling melayani maka keegoisan kita makin lama makin terkikis dan kita bisa hidup lebih damai sejahtera dengan orang-orang yang kita sayangi bukan? Kan? Kan?

05 February 2016

A Great Mom

BRAKK!
Pagi-pagi pintu dibanting kencang lalu terdengar langkah kaki kecil menghampiriku yang sedang mencuci piring di dapur.
Tuk tuk tuk tuk... "Mmpain Mami?"
Berarti yang kecil. Aman. Yang besar tidurnya sangat pulas, nggak akan bangun walau pintu dibanting, karena adiknya belum bisa tutup pintu pelan-pelan. Tapi tetap aja itu pintu rumah tua, rasanya tetap aja kesel. Ditambah cucian piring banyak sekali, capek, lalu di samping udah ada cucian yang menggunung, belum ke pasar, masak, belum ngepel rumah, terus ini anak kok udah bangun aja. Astaga... Mau meledaaaakk!!!

----------

Begitulah sehari-hari di rumah gue. Jadi ibu rumah tangga. Kerjaan yang ngga ada liburnya, ga ada tunjangan, ga ada bonus, ga ada jenjang karir, plus ga bisa resign. Memang kalo di dongeng, film, cerita, apalagi iklan, jadi ibu itu indah sekali. Tapi jadi ibu di iklan sama jadi ibu beneran itu jauh berbeda.
Di iklan, main air sama bayi itu bahagia sekali soalnya ngga ada bagian ibunya ngambil sabun dua detik, anaknya kepeleset terus benjol, dan sebulan penuh ibunya menanggung label "ibu lalai yang membiarkan anaknya jatoh di kamar mandi" tiap ada orang nanya itu benjolnya kenapa. Di iklan, pakai popok itu menyenangkan, karena ga ada adegan anaknya kabur terus pipis di karpet. Di iklan, punya anak dua ibunya dicium kanan-kiri, bukan tonjok-tonjokan berebut mobil hijau padahal di sekitarnya ada dua puluh lebih mobil merah, biru, jingga, hitam, dan warna-warni lainnya.
What's my point? Jadi ibu itu ngga enak? Bukan. Bukan ngga enak, tapi sulit. Sulit sekali. Ditambah masyarakat yang menuntut kesempurnaan seorang ibu. Foto-foto ibu yang kreatif, ibu yang anaknya homeschool, ibu yang rajin memasak makanan bergizi dan rumahnya bersih kinclong, ibu wanita karier yang masih ASI eksklusif, ibu sosialita cantik yang aktif berorganisasi sosial, dan ibu-ibu hebat lainnya bertebaran di media sosial. Rasanya kok mereka hebat sekali. Lah gue? Emak2 dasteran yang bau keringet abis nyuci-masak lalu maksa anak tidur siang cuman biar bisa sejam main game atau baca buku. Jam istirahat itu namanya.
Saya mah cuma ibu biasa. Beneran, ibu-ibu biasa aja, yang anaknya makan junk food buat dapetin mainannya, yang suka ngomel kalo banyak kerjaan lalu anak-anak kompakan bikin rumah kayak kapal pecah, yang membiarkan anak main suka-suka mereka berdua selama itu artinya mommy bisa masak atau nyetrika dengan bebas merdeka. Kadang media sosial bikin gue minder, sepertinya kok gue tertinggal sekali dengan ibu-ibu hebat tersebut.
Lalu suatu saat gue memutuskan untuk iseng cek apa aja yang udah gue posting di media sosial. Ternyata? Wah sama... anak gue tersenyum gembira (ngga terlihat dipaksa foto sama mommynya), jalan-jalan liburan keluarga (tanpa drama anak BABnya bleber di tengah jalan), pekerjaan tangan anak yang bikin bangga (yang sebenarnya nyiapinnya pake begadang dulu), semuanya terlihat "baik-baik saja". Pencitraan? Mungkin. Tapi gue jadi sadar bahwa ngga semua yang gue liat di media sosial terjadi persis seperti yang gue bayangkan, dan disamping segala kesulitan yang gue alami sebagai ibu ternyata lebih banyak sukacita yang gue alami bersama dua jagoan neon gue (meletin lidah berwarna). Gue belajar bahwa media sosial itu hanya sekilas dari yang dialami ibu-ibu hebat tersebut. And maybe, juuuusst maybe, somewhere out there, someone is watching me and mentioning me as another "ibu hebat" (pede geeelaa gueh). Sebagai ibu hebat, tentu dengan sadar diri gue harus meng-upgrade diri gue. Cita-citanya adalah suatu saat nanti, postingan gue yang selalu bahagia itu bukan cuma pencitraan tapi benar-benar hidup gue yang sebaik-baiknya menjadi inspirasi untuk ibu-ibu lainnya.
Pada akhirnya, setiap ibu punya kesulitannya sendiri, dan setiap ibu mau yang terbaik buat anaknya. We learn from another great mothers to become another great mothers. Mari, berjuanglah ibu-ibu... percayalah, kita semua adalah ibu-ibu hebat.

10 January 2016

Si "Book"

Hepi nu yiaa eperibodeehhh...
This year is about being a new me. I'm recently on a new stage of my life. Yah yah yah... baru-baru ini kepala saya jadi tiga. Begitulah. The kepo-moody-temperamental-childish-tomboy mom was having a moment of reflection.
Banyak ketemu orang, banyak ngobrol selama liburan, berarti banyak masukan, cerita, dan refleksi diri. Seberapa sering sih kita catat apa yang kita pikirkan, apa yang kita rasakan, apa yang kita inginkan ke dalam buku? Apalagi sekarang udah ada smartphone, tablet, dan berbagai gadget. Makin jarang aja ketemu kertas.
Padahal saya sendiri merasa beda lho nulis di buku dan nulis digital. Yang di buku bisa diurek-urek, kalau bete kertasnya bisa dilecekin, kalau nangis tulisannya luntur (bisa dihindari kalau pakai Pilot atau Standart, you know what I mean...), kalau senang bisa digambar-gambar (dengan skill seadanya), kalau penuh cinta bisa pakai cap bibir, so many emotions yang bisa dituangkan ke dalam selembar kertas atau sebuah buku...
I miss having one book. A notebook. My own notebook. One that drives me crazy when someone randomly read it and makes me go crazy if someone write in it. Especially when it is someone in particular. Not just someone, but "someone" someone. That special someone.
I used to have a notebook that holds everything i that i have in mind. One book that represents me. When people see that book, they see me. A book that I pour my heart and soul into. A book that is a place where I write about my thoughts, my feelings, my worries, my everything.
That kind of book is what I need right now. I used to write everything and anything in my life randomly. Everytime i finished my writings, it feels like i'm released from a great burden. Nowadays, with being mom of two and everyday life, I rarely have a chance to write. When I'm not with them, chores are waiting to be done. Lately I realize I become easily irritated and missunderstood. Mungkin seiring berjalannya usia, saya harus kembali ke toko buku, mencari dan kembali mencari teman kertas buat saya...